Take It Easy...

Life is short. Enjoy every second and make the most of it. For life, and after life...

Name:
Location: Kuala Kencana, Papua, Indonesia

Still in a quest to find myself, to figure it out who I really am...

Thursday, April 14, 2005

Esa Hilang, Berapa Terbilang?


Di tulisan saya sebelumnya "Regular Meeting - Only for Kebo?", saya sudah menyinggung satu dari dua poin yang ingin saya komentari dari tulisan "Morning Meeting - Kebo ke Sawah" nya Irwin. Kali ini saya ingin mengomentari poin kedua...

Saya termasuk sering mendengarkan jargon yang dimaksud oleh Irwin "Satu orang ke luar, seribu orang antre siap menggantikannya" di kalangan petinggi kadipaten Mojorejo Inggil Sedoyo di negeri Cartenz ini, terutama sehubungan dengan rencana bedol desa paksa sebagian warga kadipaten dari negeri Cartenz ke negeri Jayakarta, yang masih di bawah kekuasaan negeri Cartenz. Bagaimanapun, saya adalah salah seorang kepala desa, walaupun desa saya termasuk kecil dibandingkan dengan desa-desa lain di kadipaten ini, itupun masih dijajah kepala desa lain pula. Kedudukan saya sebagai kepala desa membuat saya juga ikut dalam musyawarah-musyawarah dan pertemuan rutin kepala desa se-kadipaten.

Pada beberapa pertemuan terbatas kepala desa / carik se-kadipaten yang saya ikuti, sering kali terungkap pertanyaan atau concern dari 1-2 carik mengenai upah dan jatah beras yang akan didapat para penduduk desa yang dipindah-lokasikan ke negeri Jayakarta. Pertimbangannya, kalau upah yang diterima menurun, ditakutkan banyak penduduk yang akan lari ke negeri lain. Tetapi para kades dan carik yang lain yakin akan janji penguasa negeri yang katanya sedang mengkaji ulang undang-undang yang ada dan akan mengeluarkan undang-undang baru mengenai upah para penduduk yang dipindahkan ke negeri Jayakarta, di mana upah yang diterima akan tetap bagus dan tidak bisa dikalahkan oleh penguasa negeri lainnya (ini rupanya yang menyebar menjadi gosip, datangnya dari para kades dan carik juga..). Para kades dan carik itu juga yakin, walaupun banyak penduduk yang lari, dengan iming-iming upah dengan standar yang menurut penguasa Cartenz lebih tinggi dibanding upah di negeri lain mereka bisa membujuk penduduk negeri lain untuk pindah ke negeri Jayakarta dan bekerja untuk mereka.

Keliatannya pemecahannya gampang ya? Penguasa negeri ini memang cenderung untuk menggampangkan permasalahan, dan sifat ini rupanya juga dimiliki (atau menurun?) adipati, kades dan carik-carik di kadipaten ini.

Kenyataannya, ternyata nggak segampang itu. Kalau gampang, mustinya rumah di desa-desa itu sudah penuh dong? Di desa tetangga yang pekerjaannya mengurus sawah saja ada dua rumah yang kosong dari dulu, sekarang malah ada dua penduduk lagi yang pergi, jadi total ada empat rumah yang kosong. Belum lagi di desa lain yang penduduknya buruh pabrik. Kondisi ini justru pada saat desa-desa itu masih ditempatkan di negeri Cartenz yang notabene upahnya lebih tinggi. Kalau desa-desa itu dipindah ke negeri Jayakarta yang (ternyata) upahnya jauh lebih rendah? Apa nggak tambah banyak yang hengkang? Para kades dan carik berkoar mereka akan gampang mencari penduduk baru apabila sudah pindah ke Jayakarta nanti, karena penduduk yang pintar bertani dan melinting rokok jauh lebih banyak di sana. Pertanyaan berikutnya, apa mereka mau pindah ke negeri Jayakarta dengan standar upah di sana? Penduduk dengan kualitas bagus tentu akan memilih negeri yang bisa membayar mereka mahal. Jadi, apa yang akan negeri Jayakarta dapatkan? Sementara rumah-rumah itu kosong, sawah yang ada tetap harus dikerjakan. Rokok tetap harus dilinting. Beban penduduk yang masih tinggal semakin berat. Belum lagi, setiap sawah punya karakteristik sendiri-sendiri untuk cara bajak dan porsi pupuknya. Setiap jenis rokok berbeda cara melintingnya....

Terlintas pula di pikiran saya, jangan-jangan para penguasa negeri Cartenz, termasuk sang adipati, memang punya rencana lain di balik semua ini. Jangan-jangan ini memang salah satu rencana mereka untuk mengurangi kepadatan penduduk di negeri dan kadipaten ini. Dan setelah itu mereka akan lari ke negeri Pakdesam dengan segala harta kekayaan mereka, termasuk harta penduduk negeri ini, dan meminta perlindungan dari penguasa negeri itu....

Saya marah, sedih, bingung. Bagaimana saya bisa menolong dan menyelamatkan penduduk desa saya? Sementara menyelamatkan diri sendiri saja.....

3 Comments:

Blogger Irwin Utama said...

bentar lagi gunungnya mau meledozzz.... penduduk diminta bersiap-siap mengungsi

April 14, 2005 4:29 PM  
Blogger Gz said...

Analogi-nya mantep.

Tp yg kalo yng ngelinting rokok itu si Roro Mendut, apalagi ngelintingnya sambil basah2 bibir gitu ya "hongat"... hehehe, wah opo hubungane??? :P
Angak hooo...
BTW kalo para adipati2 itu gak melongok ke kadipaten2 lain, cuman murep aja sambil ngelus-elus burung yaaaa moncrot... :P
Mrk gak liat perkembangan dunia persilatan, dimana udah ada jurus Kunyuk Melempar Buah, Pukulan Matahari. Lha mereka cuman mengandalkan ajian Serat Jiwa yg notabene udah dikenal saat kita SD.
Mereka masih yakin kalo Ajian Serat Jiwa masih ampuh dibanding ilmu2 lain.

Bingung yo...?? aku pisan... :D

April 14, 2005 11:19 PM  
Blogger Irwin Utama said...

Brama Kumbara
Mantili
Ajian Srigunting
Sirep Megananda
Pedang Setan

apaan coba...???

April 15, 2005 12:16 AM  

Post a Comment

<< Home